Ayah Lely menikah hingga sebelas kali, sewaktu ia masih dikandungan ibunya sang ayah telah meninggalkan ibunya. Ia dan seorang kakaknya akhirnya dibesarkan sang ibu tanpa pernah merasakan kehadiran seorang ayah.
"Aku dengar dari cerita mami, waktu aku dalam kandungan mami sering dipukul bahkan sampai ditelanjangi dan diusir keluar dari rumah," demikian tutur Lely.
Bagi Lely sosok ayahnya telah mati. Ia dan ibunya harus bertahan hidup walaupun dalam keadaan kekurangan. Hingga suatu hari, sang ayah datang tanpa diundang.
"Waktu itu aku SD dan berumur sekitar 8 tahun, dan bapak datang. Waktu pertama kali aku lihat dia, rasanya benci banget. Dia berusaha untuk peluk aku dan kakak aku, tapi aku menolak. Aku ngga mau lihat dia, karena aku pikir aku ngga punya bapak. Aku cuma punya mami. Yang kumiliki hanya mami dan kakakku…" demikian tutur Lely sambil meneteskan air mata. "Aku lihat dia itu jahat, aku lihat dia itu monster buat aku."
Firasat buruk Lely tentang kedatangan sang ayah benar, sejak kehadirannya rumah itu jadi seperti neraka. Pertengkaran sang ayah dengan ibunya sering terjadi, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Aku berharap bapak ngga balik, karena dia balik pun cuma bikin mamiku sedih. Mendingan aku ngga punya bapak, aku anggap bapak aku mati. Makanya kalau aku ditanya teman aku, "Bapak kamu dimana?" Aku bilang udah mati."
Rasa marah dan dendam Lely kepada ayahnya itu terbawa hingga ia dewasa. Kebenciannya pada sang ayah akhirnya Lely lampiaskan pada para pria.
"Sempat aku benci sama cowok. Makanya kalau aku ketemu sama cowok, rasanya ingin balas dendam. Sampai aku bikin cowok itu jatuh cinta sama aku, lalu aku balas dendam. Karena dulu bapak ngga pernah nafkahin aku, jadi aku porotin para cowok. Bisa dikatakan matre.."
Namun semua itu berubah ketika ia bertemu dengan seorang pria, yang tak lain adalah manajer di restoran tempat Lely bekerja.
"Aku lihatnya dia itu sosok cowok yang bertanggung jawab. Beda dengan yang lain. Aku bisa nyaman banget sama dia. Aku berharap dia akan bersama aku selamanya.."
Pria tersebut sepertinya mengerti apa yang Lely inginkan, hingga ia melamar Lely dan mereka pun mulai mempersiapkan pernikahan.
"Tiap bulan kami nabung buat biaya merit, kami sudah beli cincin, pokoknya semua sudah di DP. Tinggal kami menunggu hari H-nya saja."
Ditengah semua persiapan pernikahan itu, pria tersebut memutuskan untuk membuka restoran sendiri di kota lain.
"Pertama modal dari dia. Tiga bulan hingga empat bulan pertama restorannya berjalan dengan lancar. Tapi masuk bulan ke lima dan ke enam mulai menurun."
Kondisi usaha sang calon suami kondisinya tidak baik, dan dia meminta bantuan Lely.
"Beb, aku pinjem uang dong. Kan kamu ada motor, motornya digadaikan dulu saja."
"Ya udah ngga papa.." demikian jawab Lely. Pikirnya, pria ini akan menjadi suaminya juga, jadi tidak ada salahnya membantunya. Namun uang dari menggadaikan motor tersebut belum cukup, akhirnya ia harus meminjam uang dari seorang teman dengan menggunakan nama Lely.
"Uang keluar sebelas juta setengah, karena waktu itu aku masih kerja jadi bisa bayar dengan gaji aku."
Namun kondisi usaha pria itu tidak kunjung membaik, dan pria itu hampir menyerah.
"Aku mau ijin pulang kerumah," jelas pria tersebut. "Aku mau minta bantuan sama mama. Supaya mama bisa melunasi semua hutang. Kamu tenang aja, nanti dua minggu sebelum pernikahan kita aku sudah datang."
Tetapi seperginya pria itu, keanehan mulai terjadi. Pria tersebut mulai sulit dihubungi. Apalagi ketika penagih hutang mulai menyambangi rumahnya, Lely dan ibunya tidak berkutik dibuatnya.
"Akhirnya ku pinjam kalung mami aku dan kugadaikan. Aku bingung, "Tuhan jalan mana lagi Tuhan? Aku sudah seperti ini. Tinggal sebentar lagi pernikahan aku.." jelas Lely.
Detik-detik pernikahannya semakin dekat, namun pria itu tidak juga menampakkan batang hidungnya. Lely marah dan kecewa, pria yang ia cintai tega meninggalkannya begitu saja.
"Aku merasa kalau aku tuh bodoh banget, belum jadi apa-apa semua sudah aku kasih. Semua sudah aku "iya"-in. Aku sudah terlanjur sayang sama dia, jadi dia ngomong apa saja aku nurut."
Tapi nasi sudah menjadi bubur, semuanya telah berakhir. Hingga hari pernikahan mereka, pria tersebut tidak pernah datang. Impiannya untuk bersanding di pelaminan dengan pria yang ia kasihi, hancur sudah.
"Aku depresi banget, jadi kaya orang gila. Nangis sendiri, ketawa sendiri. Waktu itu, kencing di situ, buang air besar juga di kamar. Aku mau mencoba bunuh diri, tapi takut. Aku mikirin dia, "Tuhan kok dia kejam banget sama aku, padahal aku sudah berkorban buat dia. Kok balasannya seperti ini? Salah aku apa, kok aku dicampakkan seperti ini?"
Berbagai cara diambil untuk menyembuhkan Lely, termasuk ke para normal.
"Waktu itu kemarasakan seperti ada kekuatan yang baru," ungkap Lely.
Lely akhirnya meninggalkan kota asalnya dan pergi bekerja di Jakarta untuk melupakan pria itu. Disana ia bertemu dengan seorang teman yang membawanya ke sebuah pengalaman yang baru.
"Habis firman Tuhan kan ada doa, disuruh maju. Waktu itu aku ngga mau maju, karena aku malu, tapi ibu gembala dari mimbar dia bisa tahu, "Itu yang pakai baju kuning, maju ke depan." Di depan aku di doain."
Saat Lely didoakan di depan, rasa sedih, kecewa, marah dan rasa bersalah yang ia coba lupakan tiba-tiba mengusik hatinya.
"Aku nangis, "Tuhan ampuni aku..! Ampuni aku!" Aku sudah seperti ini, pikir aku sudah hancur, ngga ada harapan lagi."
Tiba-tiba, hamba Tuhan yang mendoakannya berkata, "Ampuni dia, ampuni dia. Satu hari kamu akan menjadi orang besar asalkan kamu mau mengampuni dia."
"Aku ngga bisa mengampuni dia tante, aku benci dia. Aku benci dia.." ucap Lely.
Hingga satu titik, Lely melembutkan hatinya dan berkata, "Baik, saya mau belajar mengampuni dia. Hanya tolong doakan saya."
Namun roh jahat yang menguasai Lely tidak tinggal diam, mereka menggunakan kegalauan hati Lely untuk mengintimidasinya.
"Tiap hari dia intimidasi, di depan aku muncul dua mahluk aneh. Waktu itu aku sempat pegang HP dan aku SMS, "Ivan tolong aku… tolong aku..""
Teman Lely dengan segera menjemputnya dan membawanya ke pembimbing mereka. Waktu di doakan, Lely bermanifestasi hingga akhirnya kuasa kegelapan itu berhasil di usir keluar dari tubuhnya.
"Jadi yang merasuki aku dari mbah dukun yang kasih kekuatan aku waktu itu. Jadi kalau kita menyimpan akar pahit, roh jahat bisa masuk leluasa. Bisa menguasai diri kita. Akhirnya ketika aku mengucapkan kata, "Tuhan aku mengampuni, aku mengasihi Aditia Tuhan." Akhirnya aku merasakan damai sejahtera yang luar biasa Tuhan kasih ke aku."
Hari itu adalah awal bagi Lely untuk hidup dalam pengampunan. Bahkan ketika ia teringat pada masa kecilnya, ia dapat melepaskan pengampunan pada sang ayah. Lely menyadari bahwa ingatan akan masa lalunya dapat datang kapan saja, namun ia tahu pasti bahwa dalam keadaan apapun ada satu pribadi yang selalu mengasihinya.
"Figur seorang bapak ini yang aku cari dan aku temukan dalam pribadi Tuhan Yesus. Aku ngga tahu kalau Tuhan ngga campur tangan dengan hidup aku, mungkin saat ini aku sudah di rumah sakit jiwa. Atau aku ngga tahu sudah ada di mana. Aku bersyukur sama Tuhan, aku menemukan pribadi yang luar biasa yang menuntun aku melewati proses ini. Jika aku bisa berdiri dan menikmati semuanya, itu karena anugrah Tuhan, karena kemurahan Tuhan. Karena Tuhan begitu mencintai aku, Karena Tuhan begitu baik sama aku."
Sumber Kesaksian:
Lely Erna
Glory terpujilah Tuhan Yesus.
ReplyDelete