Doa bahasa Roh dan doa dengan akal budi Suatu polemik berkepanjangan selalu muncul saat kita membahas tentang cara doa jemaat Gereja Yesus Sejati. Umumnya kita hanya mementingkan “doa dengan bahasa Roh”. Akibatnya banyak di antara kita hanya bisa doa dengan “berbahasa roh” dan berpikir bahwa kapan pun dan dimana pun, dan dalam situasi apa pun, doa yang digunakan haruslah doa dengan “berbahasa roh”. “Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorangpun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia. Tetapi siapa yang bernubuat, ia berkata-kata kepada manusia, ia membangun, menasihati dan menghibur. Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri,
tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat” (1Kor. 14: 2-4). Disini ditegaskan perbedaan antara manfaat dan tujuan berdoa dengan menggunakan bahasa roh dan menggunakan akal budi. Doa dengan bahasa roh adalah untuk membangun diri sendiri, sedangkan doa dengan akal budi adalah untuk semua orang lain yang mendengarkan. Anak saya bekerja di suatu bank swasta yang pada suatu hari mengadakan kebaktian karyawan secara rutin setiap hari Senin pagi. Saat kebaktian akan dimulai, pemimpin kebaktian – yang mengetahui bahwa ia adalah anak seorang pendeta – menunjuk anak saya untuk memimpin doa pembukaan. Anak saya terkejut dan menolak sambil berkata, ”saya tidak bisa memimpin doa, tidak biasa, lebih baik tugas renungan daripada memimpin doa (dengan bahasa akal budi)”. Direktur bank tersebut menceritakan hal ini ketika bertemu dengan saya dan bertanya, ”apakah pendeta tidak pernah mengajarkan untuk memimpin doa?” Seringkali kita tidak mempunya keberanian atau kemampuan untuk berdoa di hadapan umum dengan menggunakan katakata atau bahasa akal budi, karena di gereja kita tidak pernah diajarkan atau dibiasakan untuk melakukannya. Sebenarnya perlukah doa dengan bahasa akal budi? Ini polemik yang terjadi saat rasul Paulus melayani jemaat Korintus, yang dapat kita lihat dalam kitab 1Korintus 14: ”Jadi apakah yang harus kubuat? Aku berdoa dengan rohku, tetapi aku akan berdoa juga dengan akal budiku; aku akan menyanyi dan memuji dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku” (1Kor 14:15). Rasul Paulus menegaskan bahwa kedua cara saat berdoa itu sama-sama penting dan sama-sama harus dilakukan, dan Paulus melakukan kedua cara doa tersebut.
”Sebab, jika engkau mengucap syukur dengan rohmu saja,
bagaimanakah orang biasa yang hadir sebagai pendengar dapat
mengatakan ’Amin’ atas pengucapan syukurmu ? Bukankah ia tidak
tahu apa yang engkau katakan ?. Sebab sekalipun pengucapan
syukurmu sangat baik, tetapi orang lain tidak dibangun olehnya”
(1Kor 14:16-17).
Doa untuk orang banyak atau di hadapan orang banyak
berbeda dengan doa untuk diri sendiri. Apakah orang banyak itu
tidak perlu mengerti dan mengetahui isi doa dan ucapan syukur
kita? Berdoa di hadapan orang banyak berbeda dengan doa
bersama jemaat.
”Jadi kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiaptiap
orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang
luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka
katakan, bahwa kamu gila?” (1Kor 14 :23).
No comments:
Post a Comment