Beberapa
hari yang lampau saya harus bertemu dengan seorang pejabat tinggi di salah satu
hotel bintang lima di pusat kota Amsterdam, maka dari itu saya harus melewati
daerah kumuh tempat para gelandangan dan pecandu disitu. Tiba-tiba saya
mendengar panggilan "Selamat pagi Tuan!", saya menoleh kebelakang dan
saya melihat seorang pengemis tua dengan wajah yang kotor, dekil dan bau
alkohol rupanya ia sudah ber-minggu2 tidak mandi. Pakaiannya pun bau dan
kotornya sudah tak terlukiskan lagi. Pengemis ini sedang memegang cangkir besar
yang berisikan kopi panas. Ia menawarkan kepada saya "Maukah Bapak minum
seteguk dari air kopi saya?" Dalam hati saya jangankan minum dari
cangkirnya dekat dengan diapun rasanya sudah muak dan jijik, apalagi kalau
melihat kumis dan jangutnya yang masih penuh dengan sisa2 makanan dari kemarin.
Disamping itu kalau saya minum dari cangkir bekas dia, jangan2 nanti saya akan
ketularan penyakit AIDS? Logika dan otak saya melarang saya untuk menerima
tawaran tsb, tetapi hati nurani saya menganjurkannya: "Percuma lho ke
gereja tiap minggu, kalau lho masih mempunyai pikiran dan praduga buruk
terhadap orang lain!" Akhirnya saya datang ke pak tua itu dan minum
seteguk kopinya, tetapi logika dan pikiran saya berjalan terus. "Apa sih
maksud si pak tua ini, menawarkan kopinya kepada saya, jangan2 ia mau minta
duit!" Tetapi saya sudah siap dan ikhlas untuk memberikan uang kepadanya
sebagai imbalan dari kopi tsb. Walaupun demikian saya ingin menanyakannya
terlebih dahulu: "Kenapa Bapak menawarkan kopi kepada saya?" -
"Saya ingin Anda bisa turut menikmatinya, bagaimana enaknya kopi di pagi
hari apalagi pada saat dingin seperti sekarang ini." Ketika saya mendengar
jawaban tsb saya merasa malu dengan praduga saya terhadap dia. kenyataannya
harus belajar dari seorang pemabuk dari seorang gelandangan yang tidak
berpendidikan. Walaupun demikian logika saya masih belum mau menyerah, saya
masih tetap tidak percaya: - masa sih si pak tua ini tidak ada maunya, - masa
sih si pak tua ini tidak ingin mendapatkan sesuatu imbal balik dari saya, -
masa sih ia mau memberikan seuatu dengan tanpa pamrih, - apalagi pada saat ini
ia lagi membutuhkannya - pasti ia akan minta uang! Berdasarkan pemikiran
diatas, akhirnya saya menanyakannya sekali lagi kepada dia "Adakah sesuatu
yang bisa saya bantu untuk anda?" - Pengemis itu menjawab:
"Ada!" - wah betapa senangnya saya ketika mendengar jawaban tsb,
sebab dengan demikian saya bisa membuktikan analisa saya yang jitu!
"Apakah anda membutuhkan sesuatu?" - "Tidak!" jawabnya,
"saya hanya ingin dipeluk saja oleh Anda, karena saya sudah tidak
mempunyai kawan maupun sanak keluarga lagi." jawab pengemis tsb. Saya
kaget mendengar jawaban yang tak diduga tsb, pertama karena analisa dan praduga
saya tidak benar, tetapi lebih daripada itu, bagaimana mungkin saya bisa
memeluk seorang gelandangan yang sudah ber-bulan2 tidak mandi sehingga
pakaiannya kotor dan bau sekali, apalagi sebentar lagi saya harus bertemu
dengan seorang pejabat tinggi, jangan2 pakaian saya akan menjadi bau dan kotor
juga. Bahkan "Jangan-jangan bisnis saya bisa gagal nanti!", karena
pejabat tinggi itu mungkin akan merasa diremehkan oleh saya, kalau saya datang
menemuinya dengan pakaian kotor dan bau! Tetapi entah kenapa, tanpa saya bisa
dan mau berfikir lebih lanjut, saya langsung memeluk pak tua pengemis tsb
dengan erat, seperti saya memeluk putera saya sendiri. Tanpa saya sadari
kejadian tsb disaksikan oleh banyak orang disekitarnya, yang merasa aneh dan
janggal melihat seorang yang berpakaian lengkap dengan dasi dan jas mau memeluk
seorang pengemis tua, yang kotor dan bau, seperti pada saat pertemuan dari dua
orang kawan akrab yang telah bertahun-tahun tidak saling berjumpa. Pada saat
saya sedang memeluk pak tua tsb, se-akan2 terdengar suara sayup-sayup yang
sangat lembut: "Ketahuilah: waktu kalian melakukan hal itu, sekalipun
kepada salah seorang dari saudara-saudara-Ku yang terhina, berarti kalian
melakukannya kepada-Ku!" Saya merasa se-akan2 saya telah bertemu dan
memeluk Tuhan Yesus pada saat tsb. Saya telah diundang minum kopi oleh seorang
pengemis, tetapi kebalikannya apakah saya bisa dan saya mau mengundang seorang
pengemis untuk minum dan makan bersama dengan saya dan keluarga saya? Kita
lebih mudah dan lebih ikhlas memberikan uang kepada seorang pengemis daripada
mengundang dia untuk turut makan atau minum bersama dengan kita. Apakah Anda
pernah mengundang seorang pengemis untuk makan atau minum dirumah Anda?
Berdasarkan pengalaman tsb saya baru sadar bahwa kalau kita mau mencari Tuhan
carilah dengan "Kasih", jangan dengan pikiran logika, karena kekuatan
dan kuasa kasih ada jauh lebih besar dan lebih kuat dari segala macam logika
yang ada di dunia ini. Kalau orang minta bantuan kepada kita gantilah pikiran
logika dengan perasaan kasih, karena Tuhan juga mengasihi kita tanpa
menggunakan logika. Bunuhlah perasaan praduga yang ada di dalam diri kita dan
hapuslah perkataan "Jangan-jangan" yang ada di dalam kamus kehidupan
kita! Ibu saya tidak bisa menulis dan membaca. Ia membesarkan kami anak2nya
hanya dengan penuh rasa kasih sayang tanpa segala macam theori physiologi
pendidikan, tetapi saya masih bisa merasakan hasilnya sampai dengan detik ini,
walaupun setengah abad telah lewat. Logika bisa mengotori dan meracuni perasaan
kasih. Logika adalah tembok pemisah antara Sang Pencipta dengan manusia! When
Jesus said, "If you love Me, keep My commandments" (Jn. 14:15), He
was giving us the supreme test of our devotion to Him. Do we pass the test? For
many, love is just a word, A passing phase, a brief emotion; But love that
honors Christ our Lord Responds to Him with deep devotion. One proof of your
love for God is your love for your neighbor.
No comments:
Post a Comment